UNICEF Gelar Traning of Trainers Pendamping Pekebun Swadaya di Sektor Kelapa Sawit

Nasional

 

HUKATAN.org, JAKARTA – Pada akhir tahun 2020, UNICEF dan PKPA mendiskursuskan model Sawit Keluarga Tangguh Ramah Keluarga (WIGATRA). WIGATRA adalah hasil analisis riset yang mendorong model perkebunan rakyat yang tangguh dan ramah untuk keluarga dalam menghadapi goncangan atau shock.

Model yang dirumuskan dari hasil kajian panjang etnografis dan analisis mendalam sepanjang tahun 2020 dilakukan di Tujuh desa di Lima provinsi. Dikembangkan berdasarkan riset yang memotret situasi dan kondisi anak-anak yang tinggal di wilayah perkebunan.

Target sasaran penelitian adalah anak-anak dari kelompok rentan yaitu keluarga pekebun sawit swadaya atau mandiri dengan lahan tidak lebih dari dua hektar (300 pohon) dan tinggal di wilayah indeks kemiskinan tinggi.

 

Di wilayah kebun yang menjadi lokus penelitian, interaksi anak-anak dengan industri sawit dan aktivitas usaha di dalamnya adalah sebuah keniscayaan dan bisa berdampak terhadap pemenuhan kepentingan terbaik anak. Akan tetapi, keluarga tangguh adalah kunci pemberdayaan yang mesti dibekali kepada dan dimiliki oleh keluarga pekebun untuk tetap bisa menjalankan usaha kebun mereka secara berkelanjutan dan kepentingan terbaik anak tidak terabaikan.

Indikator “tangguh” tentu tidak hanya diukur dari aspek ekonomi yang menjadi syarat primer menuju keluarga sejahtera, tetapi juga tangguh secara spiritual, fisik, psikologis, dan sosial dan perilaku.

Terkait hal itu, UNICEF – PAACLA Indonesia menggelar  Traning of Trainers (TOT) dengan Thema “Kebun Rakyat Tangguh Ramah Keluarga – Family Friendly and Resilient Farming Model” yang diselenggarakan di Aone Hotel Jakarta Pusat pada, Kamis dari 29 November sampai tanggal 2 Desember 2022.

Adapun, pelatihan yang melibatkan  berbagai pihak Pemangku kepentingan dan Stakeholder-nya seperti, Kemenkuham, UNICEF, KOMNAS HAM, Kementrian Perempuan dan Anak,  PKPA, HUKATAN KSBSI, JARAK, dan Akademisi, Pokbun (kelompok Kebun) dan para Petani kebun serta Perusahaan dengan peserta dari Perusahaan Sawit atau Pilot CRBP, Asosiasi, Auditor ISPO dan RSPO, Pekebun (kelompok, koperasi, asosiasi), Kelompok masyarakat sipil dan pendamping pekebun.

Pelatihan ini bertujuan secara umum untuk memastikan Indonesia memiliki pendamping, fasilitator dan penyuluh pekebun sawit, Akademik, Pedagang perantara, RSPO dan Komite ISPO, yang memahami hak anak dan mampu memberikan pendampingan kepada pekebun sawit swadaya sehingga mereka menjadi keluarga tangguh dan menerapkan praktik berkebun yang ramah keluarga.

 

Tujuan Khusus, Dengan mengikuti pelatihan ini, peserta diharapkan dapat:

  1. Memiliki kemampuan melakukan analisis terkait hubungan pekebun dengan industri sawit dari berbagai aspek: struktur rantai pasok, sosial, ekonomi dan budaya;
  1. Menganalisis tantangan dan kontribusi pekebun terhadap agenda keberlanjutan;
  1. Memahami relasi anak dengan industri kelapa sawit dan mengenal potensi tantangan yang dihadapi anak pada konteks yang beragam;
  1. Memahami karakteristik anak yang berelasi dengan industri kelapa sawit;
  1. Memiliki pengalaman merancang analisis risiko yang dihadapi anak di sektor sawit dan mampu merancang langkah rencana mitigasi risiko pengabaian hak anak di lingkungan keluarga pekebun dan komunitas sawit;
  1. Mengaplikasikan pemahaman yang diperoleh dari pelatihan kepada keluargakeluarga pekebun sebagai agen perubahan untuk mecetak para pelatih yang handal  dan pendamping yang tangguh di kelompok perkebunan kelapa Sawit.

Tentunya, Bukan hanya sawit akan tetapi SDM-nya, dan pelaku-pelaku usaha kecil dan menengah lainnya yang merupakan rantai pasok dari hulu ke hilir yang secara kompleksitas masih carut-marut pengelolaannya, sehingga menjadi kebun rakyat yang tangguh dan ramah keluarga baik bagi Petani agrikulture maupun pelaku bisnis seperti Agribisnis, agroindustri serta pelaku ekonomi lainnya termasuk Tengkulak.

Mathias Mehan selaku Sekjen F HUKATAN KSBSI mengatakan, bisnis ini sebenarnya menjanjikan dan sangat menguntungkan rakyat khususnya para petani namun yang terjadi bisnis ini, malah sebaliknya, rakyat petani makin miskin, bahkan pembangun sektor usaha budidaya di bidang pertanian sering disebut agrikulture dilakukan secara individu/pribadi oleh masyarakat petani dengan modal seadanya, bahkan, kedua oleh korporasi agribisnis dan agroindustri yang dilakukan pemodal baik dalam dan luar negeri.

“Melalui kegiatan ini, para peserta berbagi pengalaman dari latar belakang yang berbeda termasuk akademisi membahas isu-isu seputar buruh anak dengan berbagai problemnya dan kompleksitasnya pelatih mengajarkan bagaimana bercocok tanam yang baik, cara mengelola atau literatur keuangan yang tepat, sampai bagaimana manjaga dan melindungi keluarga terutama isu anak dan perempuan di keluarga, tempat kerja, dan lingkungan/masyarakat di sektor usaha sawit. 

Leave a Reply