HUKATAN.ORG – JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (KEMNAKER) menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2023 pada tanggal 17 November 2022. Peraturan ini diharapkan menjadi panduan untuk mempertemukan kepentingan pengusaha dan buruh/pekerja dalam proses penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) maupun Upah Minimum Kabupaten/Kota(UMK) 2023.

Keputusan tersebut didasari atas pentingnya menjada fondasi ekonomi, yakni menjaga daya beli masyarakat ditengah kondisi pemulihan akibat dampak pandemi Covid 19 maupun di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Dalam Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 formulasi nilai upah minimum merupakan penjumlahan antara inflasi dengan perkalian pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu yang menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai tertentu dalam rentang 0,10 sampai dengan 0,30 yang disebut dengan α (alfa).

Lebih lanjut, variabel pertumbuhan ekonomi bagi UMP dihitung menggunakan data pertumbuhan ekonomi provinsi kuartal 1 sampai dengan 3 tahun berjalan dan kuartal 4 tahun sebelumnya terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi kuartal 1 sampai dengan 3 di tahun sebelumnya dan kuartal 4 pada 2 tahun sebelumnya. Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi bagi UMK dihitung menggunakan data pertumbuhan ekonomi kabupaten kota Kuartal 1 sampai dengan 4 tahun sebelumnya terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten kota Kuartal 1 sampai dengan 4 pada 2 tahun sebelumnya.

Seluruh data yang digunakan dalam penentuan variabel-variabel diatas berasal dari lembaga yang berwenang di bidang statistik. Hal yang perlu diperhatikan adalah penyesuaian nilai utama yang baik di provinsi maupun kabupaten kota tidak melebihi 10%. Dalam PERMENAKER ini, batas penetapan UMP dari yang sebelumnya 21 November 2022 diperpanjang menjadi paling lambat tanggal 28 November 2022. Sedangkan batasan penetapan UMK dari yang sebelumnya paling lambat 30 November 2022 menjadi paling lambat 7 Desember 2022. Upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten/kota yang telah ditetapkan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2023.

Menyikapi hal tersebut diatas, Jejaring Serikat Pekerja Serikat Buruh Sawit Indonesia (JAPBUSI) memandang perlu untuk menyampaikan pokok-pokok pikirannya, sebagai berikut:

1. Menyambut baik PERMENAKER 18 Tahun 2022 tentang penetapan upah minimum tahun 2023 yang telah diterbitkan dan akan mengawal kebijakan ini pada berbagai tingkatan. Keputusan ini akan sangat berpengaruh untuk mempertahankan daya beli kelas pekerja yang terdampak pandemic COVID-19 sejak tahun 2019.

2. JAPBUSI mendesak dialog sosial digunakan sebagai instrumen ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota dengan memastikan negosiasi penetapan upah minimum provinsi dan kabupaten/ kota melalui LKS Tripartit, Dewan Pengupahan Provinsi maupun Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota mengacu pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL), Inflasi dan pertembuhan ekonomi di tiap-tiap wilayah sebagaimana diamanatkan dalam PERMENAKER 18 tahun 2022.

3. JAPBUSI mendesak para Kepala Daerah dalam mengambil kebijakan penetapan upah minimum 2023 ini untuk tetap mengacu pada acuan dalam PERMNAKER tersebut yakni dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kemampuan daya beli di wilayah masing- masing.

4. JAPBUSI mendorong penguatan sosial dialog ditingkat sektoral maupun perusahaan melalui perundingan Bipartit antara serikat buruh dan pengusahanya, dengan mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi dan presentase kenaikan upah minimum provinsi maupun kabupaten/kota. Tidak semua sektor terdampak buruk oleh COVID-19 maupun inflasi. Sektor-sektor padat karya berorientasi ekspor menunjukan pertumbuhan yang berbeda-beda ditengah-tengah pandemi maupun inflasi yang muncul. Dengan demikian, Pemerintah perlu mengkaji kebijakan upah khusus sektor-sektor khusus yang tetap tumbuh positif. Pengusaha dalam sektor-sektor khusus ini pun dapat berkontribusi dalam memberikan ruang negosiasi perundingan upah di tingkat sektoral, khususnya industri sawit yang tetap menunjukan pertumbuhan positif.

5. JAPBUSI mendorong dan mendesak perusahaan khususnya di sektor sawit untuk tidak mengurangi nilai upah yang sudah diterima sebelumnya. Dialog sosial dalam penetapan upah hasil negosiasi antara pengusaha dan pekerja harus tetap menjaga daya beli buruh/pekerja dan menjaga keberlangsungan usaha. Perundingan bipartit untuk dapat mengimplementasikan Permenaker No 18 Tahun 2023 harus tetap memperhatikan perhitungan penyesuaian upah pekerja masa kerja 1 tahun keatas melalui skema Struktur dan Skala Upah, dengan memperhatikan upah sundulan atau Cost Of Living Adjusment (COLA), dan dengan mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi dan prosentase kenaikan upah minimum provinsi maupun kabupaten/kota.

6. JAPBUSI meyakini bahwa kenaikan upah buruh/pekerja akan mempengaruhi peningkatan daya beli yang akan menjaga stabilisasi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan produktivitas ditengah ancaman stagflasi di sektor-sektor padat karya berorientasi ekspor secara khusus kelapa sawit.

JAPBUSI terdiri dari 10 Federasi Serikat Buruh /Serikat Pekerja yakni F Hukatan, FSB Kamiparho, FSB Nikeuba, FSB Lomenik, FKUI, FTA, FSP.PP- KSPSI CAITU, FSP.PP- SPSI, FP4KSARBUMUSI dan FSP NIBA SPSI CAITU.

By devhukt

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *