Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) melangsungkan aksi massa di depan Lingkungan Kantor Gubernur Provinsi Lampung
HUKATAN.ORG, Puluhan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Lampung melangsungkan aksi massa menyoal berlakunya PP nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No 25 Tahun 2020 sebagai turunan dari UU Tapera yang mewajibkan semua buruh swasta dipotong gaji sebesar 3 persen.
Dari besaran nilai tersebut, upah buruh akan dipotong 2,5 persen dan sisanya 0,5 persen akan ditanggung pengusaha/pemberi kerja.
KSBSI beranggapan bahwa pemotongan upah tersebut hanya menambah beban bagi buruh buruh di tengah sulitnya ekonomi dan rendahnya kenaikan upah.
Pihaknya menyuarakan undang-undang (UU) Tapera juga merupakan pengingkaran tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan perumahan yang layak dan murah bagi warga negara.
“Melihat situasi dan kondisi upah buruh buruh di Indonesia masih jauh dari kata layak dan sangat terbatas pendapatannya, sangat tidak masuk akal jika pemerintah memaksakan UU TAPERA diberlakukan dua tahun mendatang, yaitu tahun 2027,” teriak Ponijan, Koorwil KSBSI Provinsi Lampung.
Pihaknya menilai, UU Tapera No. 4/2016 melanggar hak konstitusional rakyat untuk mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
“Upah masih kecil, belum mencapai kebutuhan hidup layak (rata-rata Rp 2,9 juta)”
“Buruh dan pengusaha telah diwajibkan membayar iuran jaminan sosial yang cukup besar (buruh 4 persen & pengusaha 11,74 persen),”
“Program Tapera tumpang tindih dengan program BPJS ketenagakerjaan,” terangnya.
Selain itu, buruh sudah banyak memiliki rumah dengan cara mencicil.
Serta hubungan kerja PKWT, setiap saat dapat di PHK.
Alasan tersebut mendasari Koorwil KSBSI Provinsi Lampung untuk menyampaikan sejumlah tuntutan.
Yakni menolak pemberlakuan UU Tapera beserta aturan turunannya.
Serta menuntut Pemerintah untuk melakukan dialog yang terbuka dan transparan dengan pemangku kepentingan tentang kebijakan penyelenggaraan pembangunan perumahan rakyat tanpa membebani buruh/buruh melalui tabungan wajib.
Kemudian menuntut pemerintah melaksanakan Rekomendasi ILO Nomor 115 Tahun 1961 tentang Perumahan Buruh.