Liputan6.com, Bandung – Setelah Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalis, Institut Teknologi Bandung (TRKK-ITB) berhasil menemukan teknologi terbarunya untuk mengubah minyak sawit menjadi bahan bakar non-fosil (nabati) dengan katalis, ternyata membuat gempar di beberapa negara di Eropa.
“Baru dikoar-koar begitu saja bahwa sawit Indonesia akan diserap oleh Pertamina dan ITB sebagai energi, mereka panik karena ternyata sawit di Indonesia telah dapat diolah dan diserap sendiri,” ujar salah satu akademisi Reaksi Kimia dan Katalis Institut Teknologi Bandung (ITB), IGB Ngurah Makertiharta, di Bandung, seperti ditulis Rabu (1/5/2019).
Ia juga menambahkan, inovasi terbaru ini dilakukan karena melimpahnya minyak sawit di Indonesia karena Eropa telah menolak dan mengurangi pemakaian minyak sawit Indonesia.
Namun demikian, Makertiharta menyatakan ternyata tidak semua pelaku pengusaha Eropa tidak melarang sawit Indonesia 100 persen, selalu ada konflik kepentingan.
Sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia saat ini telah memproduksi minyak kelapa sawit sebanyak 46 juta ton per tahun.
Akan tetapi, baru tiga juta ton per tahun yang dapat diolah menjadi PKO (Palm Kernel Oil). Untuk itu, saat ini banyak kementerian dan pengusaha swasta yang memberikan dukungan kepada ITB guna mengembangkan lebih jauh inovasi ini.
Ia mengatakan, jika inovasi bahan bakar nabati yang berasal dari minyak sawit ini bahkan juga telah dilakukan oleh Eropa di Singapura dengan menggunakan bahan baku sawit dari Indonesia.
“Pabrik untuk menghasilkan drop in diesel di Singapura punya-nya Eropa, tapi dia buat pabrik di Singapura dibawa sawit ke Singapura dijual di Eropa dan Singapura. Kenapa kita tidak lakukan juga?” ujar dia.
Ia menuturkan, jika industri ini dikembangkan harga sawit rakyat juga dapat meningkat karena bisa diserap untuk sektor energi
“Impact-nya apa? industri bisa jadi buffer, harga sawit rakyat turun ambil saja untuk energi, habis itu sawit rakyat harganya naik lagi,” ujar dia.