Pihak PT Avona Mina Lestari dan 39 mantan karyawan bersepakat untuk mengakhiri perselisihan hubungan industrial yang ditandai perdamaian di antara kedua belah pihak.
Dengan demikian, kedua belah pihak, baik pihak Penggugat, Jonny V. Lekatompessy bersama puluhan rekannya dan Tergugat, PT Avona Mina Lestari sepakat untuk mengakhiri gugatan perkara Nomor: 1/Pdt.Sus-PHI/2024/PN Mnk.
Kuasa hukum Tergugat, PT Avona Mina Lestari, Binton Sianturi, SH membenarkan adanya kesepakatan damai antara Penggugat dan Tergugat.
“Sudah ada. Tanggal 24 Juni 2024, kita sudah sepakat, kita sudah buat akta perdamaian di antara kita. Kita dari Tergugat juga sudah membayarkan kompensasi yang diminta Penggugat. Jadi sudah ada kesepakatan damai dan perdamaian,” tegas Sianturi didampingi kuasa hukum para Penggugat, Ponijan, SH, MH yang dikonfirmasi wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Rabu, 3 Juli 2014.
Dikatakan Sianturi, kompensasi berupa uang sudah ditransferkan atau diterima ke-39 mantan karyawan PT Avona Mina Lestari yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Papua Barat pada Pengadilan Negeri (PN) Manokwari.
Ia mengatakan, semua persoalan di antara Penggugat dan Tergugat sudah beres dan tidak ada persoalan lagi. “Sekarang tinggal menunggu dari pihak pengadilan untuk mengeluarkan akta perdamaian atau untuk melanjutkan tata persidangan ini sesuai jadwal,” jelas Sianturi.
Ditambahkan Sianturi, untuk jadwal sidang kesimpulan, itu kan online, sehingga tanpa kehadiran Penggugat dan Tergugat, seharusnya tetap bisa berjalan.
Akhirnya, tambah Sianturi, para pihak sudah menyerahkan akta perdamaian yang asli ke Panitera Pengganti, Bitsael L. Koritelu, SH untuk disampaikan ke ketua majelis hakim, Berlinda U. Mayor, SH, LLM.
“Kami juga tadi sudah sampaikan agar bisa disampaikan ke ibu ketua bahwa dua minggu ini kita tidak hadir. Kita menunggu saja, nanti di e-court kita download putusannya,” ucap Sianturi.
Dirinya mengakui bahwa kemarin ada agenda persidangan, tetapi ditunda lagi. Alasan penundaan sidang, Rabu, 3 Juli 2024, karena disebut salah satu anggota majelis sedang sakit.
“Ini untuk kelima kalinya sidang ditunda. Selanjutnya, kita minta ke panitera tadi, Pak Bitsael, untuk meneruskan ke ibu ketua, untuk melanjutkan sidang saja tanpa kehadiran kita (Penggugat maupun Tergugat),” tandas Sianturi.
Apalagi, sambung Sianturi, jadwal sidang pun online, sehingga tanpa kehadiran Penggugat dan Tergugat, proses persidangan seharusnya tetap bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Sementara itu, Ponijan selaku kuasa hukum 39 mantan karyawan PT Avona Mina Lestari, mengaku bahwa persidangan, Rabu, 3 Juli 2023, beragenda kesimpulan dari pihak Penggugat dan Tergugat, bahwa kedua belah pihak sudah berdamai.
“Sudah berdamai, telah dibuat kesepakatan perdamaian dan kami sampaikan ke hadapan majelis hakim. Tujuannya hari ini, setelah disampaikan ke majelis hakim, tinggal kami menunggu putusan,” terang Ponijan.
Dirinya membenarkan pernyataan kuasa hukum Tergugat bahwa putusan majelis hakim PHI Papua Barat, putusan seharusnya melalui e-court. Sebab, jelas Ponijan, pendaftaran perkara ini melalui e-court dan sesuai SEMA Nomor 3 Tahun 2015, maka keputusannya juga seharusnya melalui e-court, tidak perlu dihadiri kedua belah pihak.
“Dengan menggunakan e-court, kedua belah pihak telah dianggap hadir secara elektronik, begitu,” ujar Ponijan.
Dicecar tentang proses persidangan yang terus-menerus ditunda, bahkan ditunda hingga kelima kalinya? Ponijan membenarkan bahwa persidangan perkara ini sudah ditunda sampai kelima kalinya.
“Alasannya ditunda, tanggal 6 itu alasannya ketua majelis, sedang sakit. Tanggal 13 itu sama, hakim ketua sakit. Tanggal 20 berhalangan, sama pada tanggal 27 juga hakim ketua berhalangan. Dan, hari ini ditunda karena salah satu hakim ad hoc menyatakan sakit, karena kami juga tidak lihat surat keterangan sakitnya,” rinci Ponijan.
Ditanya harapannya terkait penyelesaian perkara ini, Ponijan berharap putusan perkara Nomor: 1/Pdt.Sus-PHI/2024/PN Mnk diserahkan kepada ketua majelis dan anggota serta panitera untuk mengeluarkan putusan tersebut secara e-court.
Seperti diketahui, dalam gugatannya, sebanyak 39 mantan karyawan PT Avona Mina Lestari menyebutkan bahwa Tergugat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), tidak membayar atau memberikan hak-hak kepada para Penggugat sebagaimana diatur pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga akibat PHK, nasib para Penggugat beserta keluarga belum ada kejelasan, sehingga para Penggugat kesulitan memenuhi biaya hidup sehari-hari.
Upaya memperjuangkan hak-hak para Penggugat, sehingga para Penggugat melakukan upaya penyelesaian perselisihan melalui perundingan bipartit, tetapi menemui jalan buntu karena Tergugat tetap tidak bersedia membayarkan hak-hak para Penggugat.
Perkara ini disidangkan majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial Papua Barat pada PN Manokwari yang diketuai, Berlinda U. Mayor, SH, LLM didampingi hakim anggota, Ardiansyah, S.Sos, M.Tr.A.P dan Eka Figrio Tanggo, SH.
Dalam akta perdamaian yang diterima, disebutkan bahwa sehubungan dengan PHK ini, maka PT Avona Mina Lestari dan 39 mantan karyawan bersepakat damai dengan kesanggupan PT Avona Mina Lestari membayarkan kompensasi secara tunai dan sekaligus kepada para karyawan sebesar Rp. 1.063.811.205.
Selanjutnya, dalam salah satu poin kesepakatan damai bahwa sejak diterimanya kompensasi dari PT Avona Mina Lestari, maka kedua belah pihak menyatakan tidak akan mengajukan tuntutan apapun, baik untuk sekarang dan atau di kemudian hari.
Selain itu, kedua belah pihak sepakat bahwa kesepakatan bersama ini untuk ditetapkan majelis hakim PHI pada PN Manokwari termuat dalam berita acara persidangan dan dibuatkan akta penetapan perdamaian.
Meski pembayaran kompensasi tercantum dan terlihat angka cukup fantastis, Rp. 1 miliar lebih, tetapi ketika dibagikan untuk 39 mantan karyawan, maka ada yang hanya menerima kompensasi antara Rp. 25 juta hingga Rp. 30 juta.