Fair Work Monitor dan Semangat Pancasila dalam Mewujudkan Kerja Layak di Perkebunan Sawit
Oleh: Nursana Marpaung
Ketua Umum F HUKATAN-KSBSI
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila bukan sekadar momentum historis, melainkan pengingat kuat bahwa ideologi bangsa ini harus terus hidup dalam tindakan nyata—termasuk dalam memperjuangkan hak-hak buruh. Bagi kami di Federasi HUKATAN-KSBSI, semangat Pancasila adalah landasan dalam setiap langkah perjuangan menuju kerja layak, terutama di sektor-sektor yang selama ini masih di bawah praktik kerja yang belum sepenuhnya adil, seperti di perkebunan kelapa sawit.
Salah satu bentuk konkret dari komitmen tersebut adalah penyelenggaraan Pelatihan Fasilitator “Fair Work Monitor” yang berlangsung pada 30 Mei–1 Juni 2025 di Tanjung Redeb, Kalimantan Timur. Kegiatan ini diikuti oleh 34 peserta dari Berau dan Kutai Timur, serta didukung penuh oleh panitia yang terlibat aktif. Melalui pelatihan ini, kami membekali para pengurus serikat di tingkat perusahaan dengan kemampuan untuk melakukan pemantauan langsung di lapangan mengenai kondisi kerja buruh sawit.
Fair Work Monitor bukan sekadar metode teknis. Ia adalah alat perjuangan. Dengan data yang akurat dan transparan, serikat buruh dapat berdiri lebih kuat saat melakukan advokasi atau negosiasi di tingkat perusahaan. Pendekatan berbasis data inilah yang sejalan dengan semangat Pancasila, khususnya sila kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kami yakin, keadilan sosial hanya bisa dicapai jika kondisi kerja buruh dipantau, dicatat, dan diperjuangkan secara sistematis.
Selain itu, Fair Work Monitor juga mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan (sila kedua) dan semangat persatuan (sila ketiga). Buruh harus dipandang sebagai manusia, bukan hanya tenaga kerja. Dan perjuangan buruh akan kuat jika dilakukan bersama, lintas sektor dan wilayah. Melalui pelatihan ini, kami juga memperkuat dialog dan perwakilan yang demokratis dalam hubungan industrial—sebuah pengejawantahan sila keempat.
Di tengah tantangan dunia kerja hari ini—seperti kerja fleksibel, sistem kontrak berkepanjangan, hingga lemahnya pengawasan ketenagakerjaan—pelatihan seperti ini menjadi bagian penting dari upaya memperkuat kapasitas buruh untuk memperjuangkan haknya. Pelatihan ini bukan akhir dari perjuangan, melainkan langkah awal menuju perubahan yang lebih adil.
Pancasila bukan hanya dasar negara. Bagi kami, Pancasila adalah kompas perjuangan buruh. Maka pada Hari Kesaktian Pancasila ini, kami tidak hanya mengenang, tapi juga melangkah—dengan pengetahuan, data, dan solidaritas. Karena hanya dengan itulah, kerja layak bukan lagi cita-cita, melainkan kenyataan.